Thursday, August 3, 2017

Pasal 42 Tamu-Tamu Cinta - Kitab Fihi Ma Fihi

Pasal 42 Tamu-Tamu Cinta - Fihi Ma Fihi

Orang yang telah dan sedang belajar disuatu tempat berfikir bahwa jika mereka terus-terusan datang ke sini, mereka harus melupakan dan meningalkan pelajaran yang pernah mereka terima. Padahal sebaliknya, ketika mereka datang ke sini, pengetahuan mereka akan dilekati ruh.

Itu karena semua pengetahuan itu laksana bentuk ragawi; pengetahuan itu mencari ruh. Sebab bagaikan tubuh yang tanpa jiwa, pengetahuan itu pun membutuhkan ruh.

Tulisan Terkait :
  1. Pembaca Al-quran yang Dikutuk Al-Quran
  2. Pendapat Rumi tentang Takdir dan ikhtiar
  3. Kumpulan Puisi Rumi

Seluruh pengetahun berasal dari alam sana, lalu dari alam tanpa huruf dan tanpa suara itu pengetahuan menyebrang ke alam huruf dan suara.



Di alam sana, setiap ungkapan tanpa huruf dan tanpa suara. Dan Allah berbicara kepada Musa. berbincang langsung (QS. An-Nisa: 164)

Benar bahwa Tuhan telah berbicara kepada Musa, tetapi tanpa kata-kata dan suara, tanpa melalui tenggorokan dan mulut. Manusia menggunakan tenggorokan dan mulut untuk menghadirkan kata-kata. Sementara Allah ta'ala, Mahaluhur dan maha suci dari semua itu. Dia berbicara tanpa bibir, mulut dan tenggorokan.

Seperti itulah para Nabi berbincang dengan Allah dan mendengar kalam-Nya di alam tanpa huruf dan suara, alam yang tidak terjangkau imaji dan pemahaman akal parsial.

Meski demikian, para nabi turun dari alam tanpa huruf dan tanpa bunyi itu ke alam ungkap untuk kepenetingan anak-anak di sini, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, "Aku diutus untuk menjadi Pengajar (Mu'alim),"

Sekarang, meskipun kita yang masih berada di alam huruf dan bunyi, belum bersambung kepada keadaan spiritual Nabi, bisa mendapatkan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang serta mendapat kenyamanan dari beliau.

Seperti anak kecil yang menemukan kenyamanan dan kekuatan pada ibunya meskipun ia tidak mengenali ibunya secara perinci. Seperti buah-buahan yang merasa nyaman pada cabang pohon, lalu tumbuh manis dan matang meskipun ia tidak mengenali pohonnya dengan sempurna.

Demikian pula keadaan Wali Allah yang agung. Meskipun kebanyakan orang tidak mengenalnya dan tidak sampai kepadanya, mereka tetap menyerap kekuatan darinya dan makan dari meja makannya.

Di dalam seluruh jiwa terdapat keyakinan bahwa ada sesuatu yang melampaui nalar, melampaui dunia huruf dan suara, ada alam yang teramat agung.

Tidakkah kau perhatikan betapa banyak orang yang memiliki kecendrungan untuk melihat dan mendatangi orang-orang gila? Mereka berkata, "Maungkin inilah yang dimaksudkan alam itu." Memang benar, gambaran seperti itu ada, tetapi mereka keliru berkaitan dengan tempatnya.

Gambaran tentang alam yang agung itu tidak ada pada akal. Namun, tidak segala hal yang tidak ada pada akal itu ada. Setiap kenari memang bulat, tapi tidak semua benda bulat adalah kenari.

Meskipun keadaan orang agung itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata dan tulisan, akal dan ruh menyerap kekuatan darinya untuk tumbuh dan berkembang. dan keadaan ini tidak ada pada orang-orang gila yang mereka kerumuni itu.

Mereka yang mendatangi orang-orang gila itu dan tidak  beranjak dari keadaan mereka tidak mendapatkan rasa nyaman pada orang gila itu. Meskipun mereka mengira telah mendapatkan keyamanan dengan orang gila tapi bukan kenyamanan seperti itu yang kami maksudkan.

Perumpamannya seperti seorang anak  yang terpisah dari ibunya. Mungkin ia menemukan rasa nyaman sementara dengan orang lain, tetapi itu bukanlah kenyamanan yang sesungguhnya, karena si anak telah keliru.

Para Dokter berkata, "Apapun (konsumsi) yang sesuai untuk tubuh dan disukai (sesuai selera) bisa memberi kekuatan pada seseorang dan membersihkan darahnya." Ini benar sejauh orang itu tidak punya penyakit dan kelainan.

Sebagai contoh, seorang pemakan lumpur tentu berselera untuk makan lumpur, tetapi tidak lantas kita bisa mengatakan bahwa lumpur itu bermanfaat baginya.

Sama halnya, penderita kolera bisa jadi menyukai masakan asam dan tidak mengandung gula. Kesesuaian seleranya itu sama sekali tidak bisa menjadi ukuran sehat, karena hal itu disadari kekeliruan.

Yang benar-benar sesuai adalah yang sesuai bagi manusia saat ia dalam kondisi awal, sehat. Sebagai contoh, apabila lengan seseorang terkilir atau patah dan menjadi bengkok, ahli bedah akan berusaha meluruskan dan mengembalikannya pada kondisi semula.

Orang itu tidak akan merasa senang dengan operasi yang dilakukan pada tangannya. Ia lebih suka jika tangannya tetap bengkok. Namun, seorang ahli bedah akan berkata, "Engkau suka tanganmu lurus sebagaimana semuala, dan kau memang menyukainya. Ketika tanganmu bengkok, sesungguhnya kau menderita. Sekarang kau memilih membiarkan tanganmu begkok, karena kau merasa nikmat. Namun kenikmatan itu salah dan tidak berharga.






Dalam cara serupa, ruh menemukan kesenangan di alam kesucian ketika mengingat Allah dan benar-benar terserap di dalam-Nya, seperti halnya malaikat merasakan keikmatan yang sama.

Apabila ruh sakit dan kacau karena keterhubungannya dengan tubuh, ia akan lebih suka makan lumpur. Maka Nabi dan wali yang bertindak sebagai dokter akan berkata kepadanya, "Lumpur itu sebetulnya tidak layak kau makan. Selera dan kesenanganmu makan lumpur itu adalah kebohongan.

Kau sebenarnya menyukai hal lain, tetapi kau telah melupakannya. Apa yang benar-benar sesuai dan membuatmu senang adalah apa-apa yang sesuai dan kau sukai pada kondisimu yan gawal.

Saat ini kau menganggap semua kerusakan dan kekacauan ini menyenangkan. Kaupikir itu menyenangkan dan kau tidak mempercayai kebenaran."


Bersambung Ke bagian Dua.

Pasa 42 Tamu-tamu Cinta pada buku Fihi Ma Fihi Jalaludin rumi ini akan berlanjut pada tulisan berikutnya. InsyaAllah