Monday, July 3, 2017

Mungkinkah Aswaja dan Wahabi Bersatu?


Salah seorang Alim berkata  "Jika seorang pemuda (17-25 tahun) hijrah menekuni ilmu agama, Dia akan menjadi penganut yang luar biasa fanatiknya, jika ilmu agama yang diikutinya lurus, maka dia akan menjadi pribadi yang luar biasa, dan jika bengkok, maka dia juga akan membengkok sejadi-jadinya."

Fenomena ini belakangan banyak muncul dipermukaan, mereka para pemuda yang baru hijrah pun,bahkan telah banyak menjelma ustad dadakan yang mengisi khotbah di mimbar-mimbar.

Bukankah ini sebuah kemajuan dalam lingkungan islam? dimana para pemudanya mulai hijrah dan mendalami ilmu agama?

Benar sekali, ini merupakan sebuah langkah yang patut kita banggakan pada diri pemuda islam. Akan tetapi seperti yang kita sebutkan diatas, akan menjadi berbeda jika ternyata para pemuda ini tersalah dalam mengikuti suatu faham atau mazhab.

Sebut saja, salah satu faham baru, yang banyak diikuti oleh pemuda di era digital ini adalah faham Wahabi. Slogan Wahabi kembali ke alquran dan Sunnah ternyata banyak menarik perhatian para pemuda.

Ya, Wahabi menggaungkan pemurnian akidah dengan mengembalikan segala sesuatu ke Alquran dan Sunnah. Dan setiap pengikut rasul juga pasti ingin kembali kepada Alquran dan Sunnah. Dan sepertinya setiap Mazhab juga mengaku paling dekat dengan Alquran dan Sunnah.


Lantas dimana letak kekeliruannya? Jika semuanya bertumpu pada Alquran dan Sunnah nabi?

Letak kekeliruan tersebut adalah pemahaman akan makna kembali kepada Alquran dan Sunnah itu sendiri.

Kembali kepada Alquran dan Sunnah bukan berarti menolak segala hal baru, yang timbul dari perkembangan manusia dan zamannya. Ya, agama islam memang sudah sempurna, tapi sempurna dalam arti bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman bukan?

Kembali ke alquran dan sunnah bukan berarti kembali kepada terjemahan Alquran dan hadis sahih hasan. Tidak sesederhana itu, Alquran perlu ditafsirkan, tafsir itu juga harus diajarkan, Ilmu Hadis perlu detail dijabarkan, sehingga jika ingin kembali kepada Alquran dan Sunnah, berarti harus kembali kepada para guru, kepada para ulama yang memang pakarnya, yang sanadnya jelas, bersambung sampai ke Nabi.

Dan yang paling tersalah faham adalah, ketika sudah merasa paling Sunnah, lantas menunjuk Bid'ah, kafir dan sesat yang tidak sefaham dengan Alquran dan Sunnah versi sendiri.

Memang dimasyarakat kita masih banyak yang awam dan berlebihan-lebihan, seperti dalam berzirah kubur, fanatik buta pada seorang ulama, tasawuf kebatinan dan masih banyak lagi. Tapi bukan berarti kita harus menunjuk sesat, kafir, dan cap Ahlunnar kepada orang tersebut.


Apalagi dalam hal-hal khilafiah, dan amalan lain yang masih ada sandaran dalilnya, ini tentu akan semakin memecah barisan yang seharusnya bisa disatukan.

Baca Juga : Video Kajian lengkap Bid'ah dan Sunnah

Mungkinkan Aswaja dan Wahabi di satukan?


Perbedaan memang tidak bisa dielakkan, tapi bersama dalam perbedaan bukankah menjadikannya  lebih indah dan berwarna. Karna cita-cita kita pada dasarnya sama, kembali kepada Alquran dan Sunnah yang sesungguhnya.

Akan tetapi selama tududahan sesat, Kafir, Ahlu Bid'ah, Ahlunnar masih terus dilontarkan, maka perbedaan akan terus menjadi bencana.

Yang menyulut api, bertanggung jawab memadamkan bara.Yang memulai sudah sepantasnya maju untuk mengakhiri.

Bersatu itu sangat mungkin sekali, jika kita sama-sama sadar bahwa diluar sana, ada musuh yang jauh lebih besar. Hanya dengan merapatkan barisan, Alquran dan Sunnah nabi akan kembali murni, bukan dengan cara berdebat, caci memaki. Wassalamualaikum