Saturday, November 14, 2015

BAB 87 HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN

kitab muqaasyafatul qulub

Qadhi Abu Thayyib mencertikan dari As-Syafi'i, Malik, ABi Hanifah, Sufyan, dan dari golongan ulama lagi, beberapa lafal yang dapat digunakan sebagai dalil untuk menunjukkan bahwa mereka berpendapat akan keharaman nyanyian. 

Imam Asy-syafi'i berkata dalam kitab Adabil Qadha': "Sesungguhnya nyanyian adalah lahwu, (permainan) yang dibenci dan sangat mirip dengan kebatilan. Barang siapa yang memperbanyak itu, maka dia adalah orang safih yang ditolak kesaksiannya.



Qadhi Abu Thayyib berkata:"Mendengarkan suara seorang permepuan yang bukan mahramnya tidak boleh, menurut pendapat para ulama mazhab Syafi'i, baik secara terbuka maupun dari belakang tabir, baik perempuan budak maupun permpuan merdeka." Dia berkata, diceritakan dari As-Syafi'i, sesungguhnya dia membenci ketukan dari tongkat dan berkata : Orang-orang zindiq telah memulainya agar mereka sibuk dengan mengabaikan al-quran."

lihat daftar isi Bab terjemahan kitab Mukaasyafatul Qulub TERJEMAHAN KITAB MUKAASYAFATUL QULUB

Hukum Mendengarkan Nyanyian


As-Syafi'i berkata, dari segi khabar, bermain  dadu lebih dibenci daripada jenis-jenis permainan yang dibenci. dan aku tidak suka permainan catur. akupun membenci semua yang digunakan permainan oleh manusia. karena permainan bukanlah perbuatan orang yang beragama dan bermoral.

Adapun Imam Malik benar-benar melarang nyanyian, ia berkata: "Apabila seorang membeli budak perempuan, lalu ia mendapatinya sebagai seorang penyanyi, maka ia boleh mengembalikan budak itu." Demikian ini, adalah pendapat semua ulama Madinah, kecuali Ibrahim bin sa'ad.

Adapun pendapat abu Hurarah ra. maka sesungguhnya dia membenci itu dan menurutnya mendengarkan nyanyian ternasuk dosa. Demikianlah semua ulama kufah, Sufyan At-Tsauri, Hammad, Ibrahim As-Sya'bi dan yang lainnya. Semua itu telah dinukil oleh Qadhi Thayyib At-Thabari.

Abu Thalib Al-Makki menukil, akan kebolehan nyanyian dari segolongan ulama. Dia menyatakan mendengar hal itu dari sahabat Abdullah bin ja'far, Abdullah bin Zubair, AL-Mughirah bin Syu'bah, Mu'awiyah dan lainnya. Dia juga berkata, sebagian besar orang-orang telah melakukan itu, yaitu orang salaf yang shalil, sahabat maupun tabi'in secara ihsan.

Abu Thalib juga berkata, ulama-ulama Hijaz, disamping kami, di Makkah selalu menyanyikan nyanyian pada hari-hari utama dalam setahun, yaitu hari-hari tertentu yang telah diperintahkan Allah kepada hambanya supaya berzikir kepadanya pada har itu, seperti pada hari Tasyri'.

Ulama Madinah tidak henti-hentinya melangsungkan nyanyian itu seperti orang-orang di Makkah seperti masa kami ini. Lalu kami temukan Abu Marwan Al-Qadhi,dia memiliki beberapa orang budak (artis penyanyi) yang mendengarkan lagu kepada manusia yang bernuansa sufistik.

Abu Thalib Al-Makki juga berkata , Atha' memiliki dua orang budak perempuan penyanyi, lalu kawan-kawannya mendengarkan mereka. Dia berkata: " Ketika dikatakan kepada Abu Husain bin Salim, bagaimana anda sampai ingkar terhadap nyanyian, sedang Al-Junaid dan As-Sari, As-Suqti, serta Dzun Nur mendengarkannya?"




Dia berkata : "Mengapa aku mengingkari nyanyian, padahal orang yang lebih naik dari aku telah membolehkannya. Sungguh Abdullah bin Ja'far At-Thayar menyukai nyanyian, sesungguhnya aku hanya mengingkari permainan sia-sia (li'bu) dan senda gurau (lahwu) dalam nyanyian."

Diriwayatkan dari Yahya bin Mu’adz, sesungguhnya ia berkata: “Kami kehilangan tiga hal, kami tidak melihatnya, dan tidak pula melihatnya bertambah, kecuali justru semakin sedikit. Kebaikan wajah serta pemeliharaan, Kebaikan ucapan disertai keagamaan, dan kebaikan persaudaraan disertai pemenuhan (tanpa penghianatan).

Dan aaku melihat ini di dalam sebagian kitab yang diceritakan nyata dari Al-Harts Al-Muhasibi. Didalamnya terdapat hal yang menunjukkan pembolehan nyanyian dengan disertai kezuhudannya, pemeliharaan dan curahan kecintaannya dalam agama serta semangat keberagamaannya.

Yahya berkata, Ibnu Mujahid tidak menghadiri undangan, kecuali kalau di sana ada nyanyian. Dan diceritakan bahwa tidak hanya oleh seorang yang menyatakan bahwa dia berkata: “ Kami telah berkumpul dalam sebuah undangan, disamping kmai ada Abdul Qasim, bin Binti Muni’, Abu bakar bin Dawud dan Ibnu Mujahid dalam kalangan orang-orang yang setara dengannya. Dalam undangan itu menghadirkan sebuah nyanyian dan Ibnu Mujahid mendesak Ibnu Dawud agar menyanyi. Lalu ibnu Dawud berkata, Ayahku menceritakan kepadaku, dari Ahmad bin Hambal, sesungguhnya dia membenci nyanyian dan Ayahku jugamembencinya. Sementara aku mengikuti mazhab Ayahku. Abul Qasim bin Binti Mani’ berkata, sedangkan Ahmad bin Binti Muni’ menceritakan kepadaku dari Saleh bin Ahmad, sesungguhnya Ayahnya menyanyikan ucapan Ibnul Khabazah.

Mujahud berkata kepada Ibnu Dawud, tinggalkannlah kepadaku sesuatau dari ayah anda. Dan dia berkata kepada Ibnu Binti Muni’, tinggalkanlah padaku sesuatu dari kakek Anda. Apa yang akan anda katakana hai Abu Bakar, mengenai orang yang menyanyikan bait sya’ir? Adakah dia Haram? Ibnu Dawud berkata: “Tidak,” Ibnu Mujahid berkata, kalau dia menyanyikannya dengan suara merdu, apakah melagukannya itu haram? Dia berkata: “Tidak.” Bagaimana bila ia membaca pendek yang seharusnya panjang dan memanjangkan yang seharusnya pendek, Apakah haram? Ia berkata: “Menghadapi satu setan saja aku tidak mampu, bagaimana mungkin aku bias menghadapi banyak setan?

Mujahid berkata, Abu Hasan Al-Asqalani Al-Aswad dari golongan aulia’ bernyanyi dan sangat menikmati dalam menanyikannya. Dia menyusun satu kitab untuk melakukan perlawanan terhadap orang-orang yang menghingkarinya.

Diceritaka oleh sebagian Syeikh, sesungguhnya dia berkata, sesungguhnya aku bermimpi melihat Abul Abbas Al-Khidir as. AKu berkata kepadanya : “ Apa yang anda katakana mengenai nyanyian yang dipertentangakan oleh para ulama kami?” Dia berkata: “ Ia adalah kemurnian yang menggelincirkan, dan tidak akan tetap tangguh kecuali tapak kaku para Ulama.

Diceritakan dari Mimsyad Ad-Dainuri, ia berkata, AKu melihat Nabi Muhammad saw. Dalam mimpi dan aku berkata: “Ya Rasulullah saw. Apakah Anda mengingkari sesuatu dari nyanyian?” Beliau menjawab: “Aku tidak ingkar sama sekali terhadap nyanyian ini, tapi katakanlah kepada mereka, agar sebelumnya mereka memulai dengan Al-Quran dan mengakhiri dengan Al-Quran pula.”

Thahir bin Bilal AL-Hamdani Al-Waraq, termasuk orang-orang yang memiliki ilmu, ia berkata: “Ketika aku sedang I’tikaf di Masjid Jami’ Jiddah di tepi laut, suatu hari aku melihat ada segolongan orang berkata disalah satu masjid itu dengan sebuah ucapan dan nyanyian. Lalu aku ingkar akan hal itu dalam hatiku, dan aku berkata, di dalam sebuah rumah dari rumah-rumah Allah mereka mengatakan sebuah Syair.” Thahir juga berkata:” Lalu aku melihat Nabi Muhamaad saw.

Dalam mimpi pada malam itu juga, sedang beliau duduk di sisi itu dan disampingnya terdapat Abu-Bakar As-Shiddiq ra. Tiba-tiba Abu Bakar Mengatakan sesuatu, sedang Nabi Muhammad saw. mendengarkan dan meletakkan tangannya di dadanya seperti orang yang menemukan suatu perkataan, Lalu aku berkata kepada diriku, tidak sepantasnya aku ingkar terhadap orang-orang yang telah bernyanyi itu. Sementara ini dia, Rasulullah saw. mendengar dan Abu Bakar Mengatakannya, Rasulullah menolah dan bersabda: “Ini adalah sesuatu yang haq dengan yang haq.” Atau bersabda kebenaran dari kebenaran, tetapi aku meragukannya.




Al-Junaid berkata, bahwa rahmat akan turun atas golongan ini, pada tiga tempat. Yaitu, ketika makan, karena mereka tidak akan makan kecuali karna lapar, Ketika berzikir, karena mereka tidak akan berbincang pada maqam orang-orang yang benar (As-shiddiqqiin); Ketika mendengarkan nyanyian, karena bernyanyi untuk mengekspresikan realitas kebenaran.

Para mudzakarah tidak saling berbincang, kecuali dalam kedudukan orang-orang yang benar. Dan bernyanyi, karena mereka bernyanyi dengan penemuan (wujud) dan menyaksikan kebenaran.

Ibnu Juraid, (mentolerir) (rukhshah) nyanyian. Ketika ditanyakan kepadanya: “Apakah nyanyian itu akan didatangkan pada hari kiamat. Apakah ia termasuk dalam katagori kebaikan Anda, atau keburukan? Dia berkata: “Tidak dalam kebaikan tidak pula dalam keburukan, karena dia menyerupai laghwu(bersenda gurau) Allah swt berfirman:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpahh…..” (QS. Al-Baqarah:225)

Hal tersebut diambil dari beberapa pendapat. Barang siapa yang mencari kebenaran di dalam bertaqlid, maka selama dia meneliti, akan menemukan perbedaan pendapat antara ulama yang satu dengan yang lain. Lalu dia tetap kebingungan atau mungkin akan lebih condong kepada sebagian pandapat dengan senag hati. Hal tersebut merupakan uangkapan secara ringkas, bahkan seharusnya ia berusaha mencari yang benar dengan caranya. Hal ini merupakan kajian pembahasan di seputar haram atau mubah.