Tuesday, July 28, 2020
Kitab Fihi Ma Fihi Pasa 24 Mahluk Menunaikan Kerja Sang Khalik
Ketika seseorang mendirikan bangunan, ia memiliki niat dan tujuan tertentu. Misalnya, untuk menampakkan kemuliaannya, mendongkrak popularitasnya, atau hanya untuk mendapatkan upah.
Ketika seseorang mengangkat martabat para wali dan memuliakan maqam mereka, seharusnya yang menjadi tujuan utamanya adalah al-Haqq Ta'la.
Para wali tidak butuh penghormatan atau pemuliaan, karena mereka mulia dan terhormat. Apabila satu lampu ingin ditempatkan ditempat yang tinggi, penempatannya itu kerena keinginan yang lain, bukan demi dirinya sendiri.
Apakah sebuah lampu peduli akan posisi di bawah atau di atas?
Dimanapun ia ditempatkan, ia akan tetap bersinar.
Namun, jika ditempatkan ditempat yang atas, tentu cahayanya bisa menyinari lebih banyak orang. Apabila Matahari yang berada di atas langit berada dibawah, ia tetap sebagai matahari, tetapi dunia selamanya dalam kegelapan.
Matahari ditempatkan di atas, bukan untuk kepentingannya, tetapi untuk kepentingan diluar dirinya.
Begitupula keberadaan para wali lebih penting daripada katagori atas atau bawah dan pengagungan atau pemuliaan orang-orang. Mereka sama sekali tidak ada urusan dengan semua itu. Mereka tidak butuh ditinggikan atau dimuliakan, karena sejatinya mereka mulia.
Satu-satnya kebanggaan mereka adalah al-Haqq, tiada yang lain, dan al-Haqq sungguh tidak butuh "bawah" atau "atas". Bawah dan atas hanya untuk kita, orang-orang yang berkaki dan memiliki kepala.
Almusthafa Rasulullah saw. bersabda "Kalian tidak perlu mengunggulkan aku daripada Yunus ibn Mata karena mikrajnya di perut ikan sementara kirajku di langit diatas Arsy."
Jelasnya, jika kalian mengunggulkan aku di atas Yunus maka jangan mengunggulkanku dengan alasn bahwa mikraj Yunus di perut ikan sedangkan mikrajku di atas langit.
al-Haqq ta'ala bukan atas juga bukan bawah.
Tajjalinya satu, di atas, di bawah, ataupun di dalam perut ikan. Dia mahasuci, terbebas daru atas dan bawah, bagi-Nya semua itu satu.
Ada banyak orang yang menunaikan amal, tetapi tujuan amalnya mereka tidak selaras dengan tujuan al-Haqq
Al-Haqq Jalla Jalaluh menghendaki agar agama Muhammad saw. diagungkan, muncul, tersebar luas dan abadi hingga akhir zaman.
Lihatlah betapa banyak tafsir ditulis untuk menjelaskan Al-Quran, berjilid-jilid, tetapi tujuan penyusunnya hanya untuk menampakkan keutamaan mereka.
Al-Zamakhsyari memenuhi kitab al-Kasysyaf dengan berbagai analisa gramatika, bahasa, leksikografi, dan penjelasan retoris untuk menunjukkan betapa terpelajar dirinya.
Meski demikian, tujuan utamanya adalah mewujudkan tujuan al-Haqq, yakni pengagungan agama Muhammad.
Sama halnya, seluruh mahluk menunaikan kerja Tuhan meskipun mereka lalai akan tujuan-Nya. Dia menghendaki satu tujuan bagi mereka, menghendaki alam ini tetap bertahan.
Sementara manusia sibuk dengan hasrat diri. Mereka menyalurkan nafsu mereka kepada lawan jenis demi melampiaskan syahwat belaka, sementara tujuan yang dikendaki dari hubungan itu adalah melanjutkan keturunan. Begitulah, mereka berbuat semata-mata demi kesenangan dan kenikmatan mereka. Kendati demikian, semua perbuatan mereka itu menjadi merupakan sebab terpeliharanya tatanan alam ini.
Pada hakikatnya mereka tengah merealisasikan penghambbaan kepada al-Haqq.
Hanya saja, mereka melakukan semua itu tidak dengan niat menghamba. Seperti itu pulalah ketika mereka membangun masjid, menghabiskan banyak biaya untuk mempercantik pintunya, dinding-dindingnya, dan juga atapnya. Semetinya semua itu ditujukan untuk mengagungkan kiblat. Dan semua yang manusia lakukan terhadap masjid semestinya dimaksudkan untuk mengangungkan kiblat meskipun banyak orang yang tidak menjadikan hal itu sebagai tujuan.
Pengagungan terhadap para wali bukanlah pengagungan yang didasarkan atas bentuk, karena keagungan mereka tidak terdapat pada bentuk luar.
Demi Allah, mereka sungguh agung dan mulia, tetapi keagungan mereka berada dibalik ruang dan waktu.
Nilai satu dirham tentu di atas uang recehan yang terbuat dari tembaga. Lalu, apa makna "di atas recehan tembaga"?
Dari sisi bentuk luar, dirham tidak berada di atas recehan tembaga.
Misalnya, letakkan satu dirham dilangit-langit, dan satu dinar dilantai. Koin emas pasti tetap berada di atas dirham, sebagaimana batu permata dan berlian berada di atas emas, tidak peduli meksipun mereka secara fisik di atas atau bawah.
Perumpamaan lainnya seperti kulit padi di atas saringan sedangkan tepungnya turun ke bawah. Bagaimana bisa kulit padi di atas?
Tentu saja tepung yang di atas, meskipun dari sisi bentuk ia berada di bawah. Seperti itulah ketika engkau bericara tentang keluhuran tepung atas kulit padi. Keluhuran atau ketinggian bukan dari sisi bentuk. Di dunia makna sejati, ia tetap berada di atas, bagaimana keadaannya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon