Tuesday, February 9, 2016

Puisi Buya Hamka kepada Muhammad Natsir


Puisi Buya Hmaka kepada Mohammad natsir

Salam alaikum para Pejalan, Pada kesempatan sebelumnya, di blog Para Pejalan telah saya share Biografi lengkap Dua Tokoh Ulama dan bapak bangsa yakni Buya Hamka dan Muhammad Natsir. Pada kesempatan ini, Alhamdulillah saya kembali berkesempatan Share sebuah postingan baru yang masih berkaitan dengan dua Tokoh yang luar biasa ini, yakni Puisi Buya Hamka kepada Muhammad natsir.

Tapi bagi yang belum membaca Biografi kedua tokoh ini silahkan ikut link di bawah berikut.
  1. Biografi Lengkap Muhammad Natsir
  2. Biografi Lengkap Buya Hamka

PUISI BUYA HAMKA KEPADA M. NATSIR

Puisi  ini di tulis Buya Hamka secara khusus untuk Mohammad Natsir,  pada tgl 13 Nov 1957 setelah mendengar uraian pidato Mohammad Natsir dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan islam sebagai dasar negara RI.

KEPADA SAUDARAKU M. NATSIR

Dipertengahan 1950 an itu............
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu

Namun yang benar kau sebut juga benar

Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa

Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi


Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu

Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi

Dan aku pun masukkan

Dalam daftarmu……!

BALASAN PUISI DARI MUHAMMAD NATSIR

Selang 2 Tahun kemudian, Muhammad natsir membalas Puisi dari Buya Hamka.

DAFTAR

Saudaraku Hamka,

Lama, suaramu tak kudengar lagi
Lama...
Kadang-kadang,
Di tengah-tengah si pongah mortir dan mitralyur,
Dentuman bom dan meriam sahut-menyahut,
Kudengar, tingkatan irama sajakmu itu,
Yang pernah kau hadiahkan kepadaku,

Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam ”Daftar”.
Tiba-tiba,
Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbai silih berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.

Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur

Pancangkan !
Pancangkan olehmu, wahai Bilal !
Pancangkan Pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Walau karihal kafirun...
Berjuta kawan sefaham bersiap masuk
Kedalam ”daftarmu” ... *

Saudaramu,
Tempat, 23 Mei 1959

Catatan Tambahan;
Dikutip dari buku "Islam sebagai Dasar Negara". Untuk lebih lengkapnya silahkan baca bukunya.

Mohammad Natsir sangat intents mengkaji dan menawarkan gagasan persatuan agama dengan negara. Natsir berpendapat, memang Rasulullah tidak perlu menyuruh mendirikan Negara. Akan tetapi, dengan atau tanpa islam, negara bisa berdiri, dan memang sudah beridiri sebelum dan sesudah islam, dimana saja ada segolongan manusia yang hidup bersama-sama dalam satu masyarakat. Natsir menegaskan, dizaman Unta dan Pohon kurma, sudah ada negara, dizaman kapal terbang juga sudah ada negara, dengan maupun tanpa islam. Namun islam membawa beberapa aturan tertentu untuk mengatur negara, supaya negara itu menjadi kuat dan subur, dan boleh menjadi wasilah (sarana) yang sebaik-baiknya untuk mencapi tujuan hidup manusia yang terhimpun dalam negara itu, untuk keselamatan diri dan masyarakat, untuk kesentosaan perorangan dan kesentosaan umum.


EmoticonEmoticon